Friendly Message for Some Taxi Drivers (Esp in Bandung)

Selamat malam readers,

Kali ini topik saya bakalan OOT yah dari yang biasanya. Sekali lagi, tulisan ini adalah pesan tersayang dari penulis teruntuk pihak pengelola dan pemudi taksi, terutama di Bandung.

Setiap bulan saya selalu pergi ke dokter gigi saya yang bertempat praktek di Jalan Peta, Kopo. Karena saya tinggal di seputaran ITB, dan merasa kalau naik angkot pasti akan repot sekali, maka saya lebih memilih menggunakan taksi.

FYI, rutinitas ini sudah saya lakukan dari pertengahan tahun 2013, jadi saya cukup tahu tarif taksi argo untuk dari tempat tinggal saya ke rumah sang dokter. Saya pergi kesana dengan armada “Burung Biru” dan dengan tagihan sekitar 38 ribu rupiah saja. Maklum.. masih pagi dan jalanan tidak macet.

Namun untuk hari ini ketika pulang dari rumah dokter, saya mengalami kejadian yang cukup tidak mengenakkan. Saya kali ini memilih untuk berjalan sedikit ke festival citylink, dan memesan taksi yang “mangkal” disana. Armada yang mangkal disana adalah armana “Ri*na R*ni” yang mana taksi lokal Bandung. Pada bulan lalu, saya meminta menggunakan argo dengan persetujuan saya akan membayarkan uang parkirnya selama “Mangkal”. Dan itupun saya ketika pulang seperti disindir rekan pengemudi taksi lainnya yang juga mangkal,

“Huuu.. kok pake argo sih” , mungkin bisa dikatakan cara bicaranya kira kira memiliki arti seperti itu. Tagihan pulang saya pun berkisar 50 ribu-60 ribu.

Mendengar diri saya disindir seperti itu, saya memutuskan untuk mencoba memakai armada yang sama dari tempat mangkal yang sama namun mencoba versi “borongan” bukan argo.

Jadilah saya siang ini menaiki taksi RR ini dari festival citilink dan sang driver bertanya,

“Mau pake argo atau borongan neng?”, tanya sang driver.

“Kalo borongan berapa bang?” Jawab saya dengan santai,

“100 ribu neng,”

What? Seriously? You think I don’t know how much it supposed to be?

“Mas, kalo gitu saya turun aja sekarang,” Jawab saya tegas dan hendak bersiap turun, mumpung belum berangkat.

Kira kira setelah itu, sang driver menanyakan memangnya berapa kalau pakai argo. Dan saya jawab 50-60 ribu. Dan katanya, yasudah 70 ribu saja. I have no choice, I have to meet my friends at 12 o’clock meanwhile at that time is 11.30. I only have half an hour. Lagian yaudah sih, itung itung sedekah. Tapi gimana mau diitung sedekah ya kalau sayanya gak ikhlas.

Dan selama perjalanan walhasil saya tidak seramah biasanya. Si bapaknya bilang,

“Macet ya neng, macet,”

Really? Go to Jakarta !

I am sorry sir. Tapi salah satu yang patut dilihat adalah memang sang driver tidak menaruh identitasnya di tempat identitasnya. Sayangnya saya gak mau mencari masalah untuk menelfon pihak taksi masalah identitas. Saya sempat berasumsi ini supir tembak apa ya?

Taksi bisa dibilang satu satunya alternatif lah untuk orang seperti saya disaat seperti itu. Saya pun gak freak kok dengan si “Burung Biru” . Banyak teman teman dan keluarga saya yang gamau naik taksi selain “Burung Biru”, dan baru hari ini saya tersadar alasannya. Gimana kita mau pake taksi RR lagi coba kalo kesan nya udah kayak gini?

Jadi tolonglah Bapak Taksi yang gamau pake argo…kalau mau borongan pakailah tarif yang wajar. Gimana bapak mau dapat pelanggan pak kalau kesan awal kita udah jelek gini pak? Saya jadi agak mewajarkan fenomena taksi uber menjadi cukup diminati di Jakarta.

Sebenarnya sebagai tambahan tips juga untuk yang tinggal di Palembang, FYI, taksi bandara palembang argonya cepet gila, siap siap meringislah kalau anda mahasiswa. (Saya yang gak mahasiswa waktu itu aja udah mau nangis).

Sekian cuap cuap ibu bedak, semoga bermanfaat, dan peace ya buat yang gak setuju dengan statement saya. Sekali lagi saya tidak ingin memojokkan pihak manapun, hanya saran kepada taxi driver untuk lebih “ramah” dalam penentuan harga. Kasian pak pendatang yang gak ngerti jalan..

Published by

meutiafitrihasan

Meutia Fitri Hasan is a proud Indonesian, Geologist who also learn about Petroleum Engineer, Blogging since 2011, Lucky for having a good husband and a handsome son.

3 thoughts on “Friendly Message for Some Taxi Drivers (Esp in Bandung)”

  1. Haah iyaaa, saya juga di Bandung suka kurang sreg sama taksi lokalnya. Padahal maksud saya krn di Jakarta biasa dgn taksi ‘burung biru’ dan express putih, di Bandung pingin cobain yg lain. Ternyata mengecewakan, walau gak semua juga sih..

    1. Halo mbatasa..
      Sayang ya, yg menurut saya lokal tapi agak mending itu cuma GR, sisanya..duuh..

Comments are closed.